A. Sejarah Perencanaan Pembagunan Indonesia
Pada era Orde Lama, masa
pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959-1967, pembangunan dicanangkan
oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang
menjadi dasar perencanaan nasional
- TAP MPRS TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
- No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969.
- Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut
membuka peluang dalam melakukan pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak
baru dalam mencipatakan iklim Indonesia yang lebih kondusip, damai, dan
sejahtera. Proses mengrehablitasi dan merekontruksi yang di amanatkan oleh MPRS
ini diutamakan dalam melakukan perubahan perekonomian untuk mendorong
pembangunan nasional yang telah didera oleh kemiskinan dan kerugian pasca
penjajahan Belanda.
Pada tahun 1947 Perencanaan
pembangunan di Indonesia diawali dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat
Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947 ini masih mengutamakan bidang ekonomi
mengingat urgensi yang ada pada waktu itu (meskipun di dalamnya tidak
mengabaikan sama sekali masalah-masalah non ekonomi khususnya masalah
sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda, prasarana dan lain-lain
yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa perencanaan semacam itu maka
cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional” tidak
akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi jika tidak diperkuat oleh
Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Sekitar tahun 1960 sampai 1965
proses sistem perencanaan pembangunan mulai tersendat-sendat dengan kondisi
politik yang masih sangat labil telah menyebabkan tidak cukupnya perhatian
diberikan pada upaya pembangunan untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini perekonomian Indonesia
berada pada titik yang paling suram. Persediaan beras menipis sementara
pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk mengimpor beras serta memenuhi
kebutuhan pokok lainnya. Harga barang membubung tinggi, yang tercermin dari
laju inflasi yang samapai 650 persen ditahun 1966. keadaan plitik tidak menentu
dan terus menerus bergejolak sehingga proses pembangunan Indonesia kembali
terabaikan sampai akhirnya muncul gerakan pemberontak G-30-S/PKI, dan berakir
dengan tumbangnya kekuasaan presiden Soekarno.
B.
Kebijakan Ekonomi dalam pembagunan
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan ekonomi pembangunan
masih sangat labil, yang didera oleh berbagai persoalan antaranya
pergejolakankan politik yang belum kondusif dan juga system pemerintahan yang
belum baik, sehingga berdampak pada proses pengambilan kebijakan.
a. Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa
awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
- Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
- Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
- Kas negara kosong.
Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha
yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
- Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
- Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
- Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
Rekonstruksi
dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas
angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Kasimo
Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber
kekayaan).
b. Masa Demokrasi Liberal
(1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip
liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
- Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
- Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
- Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
c. Masa Demokrasi Terpimpin
(1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden
5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
- Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
- Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
- Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai
tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat
pengeluaran-pengeluarannya. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan
Malaysia dan negara-negara Barat.
C. Sistem Pemerintahan
Kebijakan
pada pemerintah, berorientasi pada politik,semua proyek diserahkan kepada
pemerintah, sentralistik,demokrasi Terpimpin, sekularisme.